Assalamu’alaikum wr. wb.

Saya beberapa kali mendengar statemen bahwa bank syariah belum sesuai syariah? Mohon Penjelasan ustadz!

Rahman – Jakarta

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Insya Allah, Bank Syariah on the track. Setiap fatwa yang menjadi rujukan produk berdasarkan ijtihad kolektif DSN MUI dan Otoritas Fatwa Internasional. Setiap kekurangan – yang lazim terjadi dalam bidang lain- terus di awasi dan diperbaiki agar patuh syariah, agar terus beramal menebarkan kebaikan. Kesimpulan ini bisa dijelaskan dalam poin-point berikut;

Pertama, pada umumnya, konsep produk bank syariah sudah berdasarkan fatwa DSN MUI yang dikeluarkan setelah kajian panjang dalam Focus Group Discussion yang dilakukan oleh DSN MUI (aspek syariah), DSAS (aspek akuntansi syariah), regulator, para Praktisi, dan Mahkamah Agung. Dengan ijtihad kolektif ini, diharapkan setiap fatwa tersebut tepat dan terhindar dari kesalahan.

Kedua, berdasarkan ijtihad kolektif otoritas fatwa Internasional seperti Standar Syariah Internasional AAOIFI di Bahrain, Lembaga Fikih OKI di Jeddah, dan Lembaga Fikih Rabithah Alam Islami di Makkah yang menjadi referensi otoritas fatwa di dunia. Lembaga ini menghimpun para ahli muamalah, seperti Syekh Nidzam Yaqub (Bahrain), Syekh Abdu Sattar Abu Gudah (Saudi), Syekh Abdurrahman Athram (Saudi), Syekh Ali Al-Gari (Saudi), Syekh Husein Hamid Hasan (Mesir), dan banyak lagi ulama internasional lainnya.

Ketiga, secara umum, metode ijtihad DSN MUI sama dengan ijtihad Lembaga Fatwa Internasional tersebut sebagaimana digariskan ulama ahli ushul, dengan memastikan setiap fatwa memiliki landasan, baik Al-Qur’an, Hadis, ijma, urf tujjar, maslahat dengan menelaah referensi klasik seperti kitab tafsir ayat ahkam, syarah hadis muamalah, fikih muqaran, aqdiyah wa nawazil, keputusan otoritas fatwa internasional. Jika fatwa DSN diadopsi menjadi regulasi, maka menjadi mengikat.

Keempat, di antara contoh fatwa DSN MUI tersebut;

a. Bank syariah boleh menarik denda keterlambatan dari nasabahnya dalam akad murabahah dengan syarat nasabah mampu yang menunda pembayaran, dan denda diperuntukkan sebagai dana sosial, sebagaimana Fatwa DSN MUI No.17 /DSN-MUI/IX/2000 dan standar syariah internasional AAOIFI tentang Murabahah. Dan sebagaimanahadis Rasulullah Saw;

… مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ

“Menunda-nunda pembayaran utang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman” (HR. Jama’ah).

b. Jika terjadi transaksi dengan harga dan barang, maka serah terima sah, baik dengan menerima fisiknya atau non fisiknya, walaupun fisik belum diterima, tetapi bisa memanfaatkannya. Al-Khatib Asy-Syarbini menjelaskan;

يقول الخطيب الشربيني : “لأن الشارع أطلق القبض و أنط به أحكاما، ولم يبينه ولا حد له في اللغة، فرجع فيه إلى العرف” (مغني المحتاج 2/72)

“Ketika syariat Islam ini mewajibkan serah terima dalam setiap transaksi itu tanpa menjelaskan mekanismenya, maka yang menjadi rujukan adalah tradisi pelaku pasar.” (Al-Khatib, Mughnil Muhtaj, 2/72)

Kelima, dalam praktiknya bank syariah ini belum sempurna dengan alasan beragam, di antaranya karena keterbatasan regulasi, pajak, operasional, SDM, nasabah. Pada umumnya, kekurangan tersebut minor, dan tidak sebanding dengan total produk yang sesuai syariah.

Padahal banyak sekali ketentuan asasi dalam akad di bank syariah yang perlu diapresiasi, salah satunya bank syariah tidak memberikan pembiayaan untuk usaha atau hajat yang terlarang. Bahkan tidak hanya terlarang (haram), tetapi juga makruh.

Sesungguhnya, kekurangan yang terjadi di bank syariah itu lazim terjadi dalam bidang-bidang kehidupan yang lain seperti keluarga, seorang ayah dengan tanggung jawabnya mungkin belum sempurna menunaikannya, begitu pula sang ibu. Menanamkan iman pada anak, menanamkan adab dan sakinah pada keluarga, menyediakan waktu yang cukup untuk mereka, hingga kondisi terkini anak-anak, menunjukkan ikhtiar yang masih jauh dari kesempurnaan. Tapi ditengah dinamika tersebut, pilihan yang tepat itu melanjutkan dan memperbaiki yang kurang-kurang agar menghadirkan sakinah dan anak-anak sholeh dalam keluarga.

Padahal kewajiban yang tidak ditunaikan dalam keluarga seperti menanamkan adab, iman, dan sakinah dalam keluarga adalah kewajiban, rukun, dan prinsip. Tetapi, umumnya setiap keluarga bersepakat bahwa kekurangan ini tidak akan membuat keluarga bubar atau mencap keluarga dengan keluarga tidak syariah, tetapi sepakat untuk dilengkapi kekurangannya dan dikokohkan agar menjadi keluarga sakinah dan masuk surga firdaus bersama-sama.

Kaidah kebertahapan ini sebagaimana penegasan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, saat anaknya; Abdul Malik berkata kepadanya, :

 يَا أَبَتِ، مَا لَكَ لَا تُنَفِّذُ الأمور؟ فَوَاللَّهِ مَا أُبَالِي لَوْ أَنَّ الْقُدُورَ غَلَتْ بِي وَبِكَ فِي الْحَقِّ

“Wahai ayah, mengapa berbagai hal tidak engkau laksanakan secara langsung? Demi Allah, aku tidak peduli bila periuk mendidih yang dipersiapkan untukku dan untukmu dalam melakukan kebenaran”.

Khalifah menjawab :

لَا تَعْجَلْ يَا بُنَيَّ، فَإِنَّ اللهَ ذَمَّ الْخَمْرَ فِي الْقُرْآنِ مَرَّتَيْنِ، وَحَرَّمَهَا فِي الثَّالِثَةِ، وَ اَنَا أَخَافُ أَنْ أَحْمِلَ الْحَقَّ عَلَى النَّاسِ جُمْلَةً، فَيَدَعُوْهُ جُمْلَةً، وَيَكُوْنُ مِنْ ذَلِكَ فِتْنَةٍ

“Wahai anakku! Jangan tergesa-gesa! Sesungguhnya Allah menghapus keharaman khamr di dalam Al-Qur’an dua kali, sampai diharamkan oleh-Nya dikali yang ketiga. Dan aku takut jika aku ajak manusia ke dalam kebenaran sekaligus, mereka akan meninggalkannya sekaligus dan menjadi fitnah”. (Al-Muwafaqat, asy-Syatibi 2/94)

Kesimpulan ini tidak berarti menafikan kekurangan atau tidak menerima kritikan dan masukan, tetapi dimaksudkan agar fokus dalam perbaikan, pembenahan, dan menambah ilmu pengetahuan agar cara pandang terhadap akad atau terhadap fikih muamalah lebih terbuka luas dan mendalam sebagaimana pesan dan titah Rasulullah Saw dan para Salafus Shalih. Begitu pula bersinergi dan bekerja sama lebih baik daripada menjelaskan daftar kekurangan.

Fokus dengan usia dan kemampuan yang terbatas ini, maka akan lebih baik jika fokus pada perbaikan pembenahan pengokohan. Sinergi kerja sama berkompetisi dalam kebaikan agar kontribusi ini menjadi amal jariyah dan kebaikan dan amal dakwah.

Akan menyita waktu untuk hal yang tidak produktif jika ruang-ruang diskusi diisi dengan daftar kekurangan bank syariah, bukan memberikan penguatan dan pengokohan, padahal kekurangan juga ada di tempat lain tanpa perhatian. Semoga Allah memberikan istiqamah pada bankir syariah.

Wallahu a’lam.

Penjawab: Dr. H. Oni Sahroni, Lc., M.A.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *