Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia menyelenggarakan Rapat Pleno pembahasan draf Fatwa tentang Sukuk dan Fatwa tentang Biaya Riil sebagai Akibat dari Restrukturisasi. Peserta rapat adalah anggota pleno DSN-MUI yang terdiri dari para ulama, cendekiawan, dan pakar ekonomi syariah. Selain itu, perwakilan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Bursa Efek Indonesia dan praktisi keuangan syariah di Lembaga Keuangan Syariah turut hadir sebagai undangan. Acara rapat dilaksanakan di Aula Buya HAMKA Gedung MUI Jl. Proklamasi No. 51 Menteng, Jakarta Pusat pada hari Kamis, 6 Februari 2020 pukul 12.30 WIB – selesai. Secara resmi, acara dibuka oleh Pimpinan Majelis Ulama Indonesia.  

Ada 2 (dua) dasar pertimbangan DSN-MUI dalam menyusun draf fatwa tentang Sukuk, yakni pertama, mendukung percepatan ekonomi syariah yang membutuhkan pendanaan dalam jumlah besar dari pasar modal syariah. Kedua, fatwa DSN-MUI Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah (Sukuk) belum mengatur beberapa dhawabith (ketentuan) dan hudud (batasan) yang terkait dengan Sukuk. Fatwa ini mengatur tentang karakteristik Sukuk, penerbitan dan  perdagangannya di Pasar Sekunder. Sukuk merupakan salah satu bentuk surat berharga syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian kepemilikan yang tidak dapat ditentukan batas-batasnya atas asset yang mendasarinya. Sukuk wajib diterbitkan dengan menggunakan akad-akad yang sesuai dengan Prinsip Syariah seperti mudharabah, ijarah, wakalah, musyarakah, murabahah, salam, istishna atau akad lainnya. Fatwa ini juga membolehkan perdagangan Sukuk di Pasar Sekunder dengan syarat asset Sukuk tidak berupa utang. Prinsipnya, penerbitan Sukuk wajib menghindari riba, gharar, maysir, tadlis, dharar, risywah, haram, zulm dan maksiat.

Adapun draf fatwa tentang Biaya Riil sebagai Akibat dari Restrukturisasi disusun berdasarkan pertimbangan kebutuhan pedoman tentang biaya riil yang dialami Lembaga Keuangan Syariah yang timbul karena adanya restrukturisasi pembiayaan. Lebih lanjut lagi, fatwa ini merupakan tindak lanjut dari ketentuan Fatwa nomor 48 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah yang mengatur bahwa beban biaya yang boleh dikenakan kepada nasabah dalam penjadwalan kembali adalah biaya riil. Fatwa ini akan mengatur tentang kriteria biaya riil restrkturisasi serta komponen biaya yang diperbolehkan berdasarkan Prinsip Syariah. Kriteria biaya riil restrukturisasi antara lain: 1) dapat ditelusuri atas biaya restrukturisasi; 2) kerugian riil yang nyata-nyata terjadi dalam proses bisnis yang normal; 3) terkait langsung dengan biaya-biaya yang ditimbulkan akibat restrukturisasi; 4) berdasarkan biaya-biaya yang nyata terjadi atau historicalcost restrukturisasi; dan 5) jumlah atau nilainya harus memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman. Komponen biaya riil meliputi biaya komunikasi, surat-menyurat, alat tulis kantor, perjalanan, jasa konsultasi hukum, jasa notariat, pengikatan jaminan, perpajakan, asuransi dan retaksasi asset jaminan

5 Comments

  1. The very next time I read a blog, I hope that it does not fail me just as much as this one. After all, Yes, it was my choice to read, but I truly thought you would have something interesting to say. All I hear is a bunch of whining about something that you could possibly fix if you were not too busy searching for attention. Barbra Yorgo Dalury

Tinggalkan Balasan ke dizi Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *